Kasus pencemaran lingkungan salah satunya disebabkan oleh pembalut sekali pakai, seperti yang diberitakan pada media-media di bawah ini. Berita tersebut memaparkan kondisi di Surabaya yang bukan mustahil bisa terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia. Mari kurangi sampah rumah tangga, termasuk pembalut sekali pakai. Anda bisa menggunakan pembalut kain moderen atau cangkir menstruasi (menstrual cup) seperti MOON CUP misalnya :)
Surabaya Pagi: "Sampai kini, dari beberapa pantauan pemerhati lingkungan di Surabaya, limbah rumah tangga tiap hari masuk ke Kali Surabaya. Parahnya, fungsi sungai seperti penampungan sampah yang bisa dimanfaatkan setiap hari. Tak heran sampah seperti popok bayi, pembalut wanita sampai bahan lain yang memberikan pencemaran lingkungan serta merusak habitat ikan di sungai kini masih berlangsung.
Aktivis Konsorsium Lingkungan Hidup Imam Rohani mengatakan butuh kerjasama terpadu antar pihak untuk mengembalikan fungsi utama sungai. Keberadaan sungai tentu saja bukan bak sampah berukuran besar yang tiap hari dibuangi sampah berton-ton jumlahnya."
Seputar Indonesia: "Awal 2012 lalu Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Surabaya (Mapaus) menggelar razia sampah di sungai sepanjang kampus Ubaya. Selama tiga jam menyusuri sungai, 30 mahasiswa tersebut bisa ”panen”satu truk sampah.
Popok bayi, pembalut wanita, plastik, ataupun kemasan makanan merupakan hasil panenan waktu itu. ”Sampah inilah yang paling banyak kami temui di sungai. Dan memang di sekitar sungai ini banyak pemukiman warga yang membuang sampah rumah tangganya ke sungai,” jelas Ketua Pelaksana bersihbersih sungai Mapaus Alifya Widianto. Tak hanya sungai yang menjadi bak sampah kota tapi sejumlah tempat di tengah kota pun sering terlihat sampah yang berserakan.
Masyarakat kota tentunya menginginkan fasilitas serba praktis dan instan.Bayi di kota besar selalu memakai popok sekali pakai yang langsung dibuang. Padahal popok ini baru bisa diuraikan selama 550 tahun. Sedangkan botol plastik air kemasan baru bisa terurai setelah satu juta tahun. Dan yang paling parah adalah sterofoan yang baru terurai setelah lebih dari satu juta tahun.
Menurut data Komunitas Nol Sampah yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta TPA Benowo sampah di Surabaya memang mengalami penurunan tiap tahunnya. Pada tahun 2006 sampah yang masuk ke TPA sebesar 1.640 ton/hari, 2007 sebanyak 1.480 ton/hari, 2008 dengan 1.258 ton/hari, 2009 dengan 1.229 ton/hari dan 2010 dengan 1.241 ton/hari. ”Sampai tahun ini jumlahnya masih pada kisaran 1.200- an ton/hari.Hanya saja komposisi sampah anorganik seperti plastik dan berbagai kemasan instan semakin bertambah, ” kata Wawan.
Tumpukan sampah di TPA pun menghasilkan zat-zat berbahaya bagi lingkungan. ”Dari sebuah kajian diketahui 1.000 ton sampah dengan kandungan sampah organik 56% akan menghasilkan gas methana 21.000 ton setiap tahunnya.Jumlah ini setara dengan CO2 486.500 ton,”jelas Wawan. Bisa dibayangkan betapa banyak gas methan yang dihasilkan akibat tumpukan sampah di TPA.
Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 450 TPA yang pengelolaannya sama, ditumpuk atau ditimbun dengan tanah. Gas berbahaya lainnya yang dihasilkan dari tumpukan sampah adalah methan atau CH4. Gas ini termasuk salah satu penyebab efek rumah kaca yang menyebabkan sushu di bumi terus mengalami peningkatan. Dalam kasus pemanasan global efek gas methan diketahui 23 kali lebih tinggi dari gas CO2."
Baca selengkapnya tentang MOON CUP, alternatif pembalut wanita, di sini:
?
ReplyDelete